Laporan praktikum Tanggal mulai : 11
November 2011
MK Analisis Zat Gizi Mikro Tanggal selesai
: 11 November
2011
PENETAPAN KADAR LEMAK
METODE SOXHLET
Oleh:
Kelompok 4
Citra Nirwansyah Ario D I14104013
Vilia Dita
Arika I14104037
Dwi
Nuraini I14104038
Ulfa Aprilila I14104040
Dwiyani
Fitri I14104044
Asisten Praktikum:
Fitriani Azis R
Rahmi Kolida
Koordinator
Mata Kuliah:
Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, M.S
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lemak makanan adalah
kandungan lemak yang terdapat dalam semua bahan makanan dan minuman. Pada
dasarnya semua lemak baik karena lemak dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan
hidup manusia. Peran lemak adalah menyediakan energi sebesar 9 kalori/gram,
melarutkan vitamin A, D, E, K, dan menyediakan asam lemak esensial bagi tubuh
manusia. Lemak mulai dianggap berbahaya bagi kesehatan setelah adanya suatu
penelitian yang menujukan hubungan antara kematian akibat Penyakit Jantung
Koroner (PJK) dengan banyaknya konsumsi lemak dan kadar lemak di dalam darah.
WHO mencatat bahwa di Indonesia telah terjadi pergeseran kejadian Penyakit
Jantung Koroner dari urutan ke-10 pada tahun 2008 menjadi urutan ke-8 pada tahun 2010.
Penyakit jantung merupakan penyakit
yang mematikan. Di seluruh dunia jumlah penderita penyakit ini terus bertambah,
hal ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan
seiring dengan berubahnya pola hidup. Salah satu faktor yang mempengaruhi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah pola makan yang tidak memperhatikan
asupan lemak yang di butuhkan oleh tubuh yang berdampak pada penyumbatan pembuluh
darah karena lemak (Aterosklerosis) oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui kandungan
lemak yang terdapat dalam suatu bahan pangan untuk menghindari Penyakit
Jantung Koroner (PJK) tersebut (Jakson 2008).
Metode yang di gunakan dalam penetapan
kadar lemak diantaranya metode soxhlet. Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah
pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan
lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon
tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak
sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih
cepat (Anonim 2008).
Tujuan
Tujuan praktikum analisis penetapan lemak dengan metode
soxhlet adalah untuk mengetahui lemak yang terkandung dalam sampel biskuit tepung lele.
TINJAUAN PUSTAKA
Lemak
Lemak merupakan salah satu kelompok yang termasuk
golongan lipida. Salah satu yang khas dari golongan lipida (lemak dan minyak)
adalah daya larutnya dalam pelarut organic (misalnya eter, benzene, dan
kloroform) atau sebaliknya ketidaklarutannya dalam pelarut air. Lemak dan
minyak secara kimiawi adalah trigliserida yang merupakan bagian terbesar
kelompok lipida. Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida dalam kondisi
suhu ruang dalam keadaan padat, sedangkan minyak adalah trigliserida dalam suhu
ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas untuk
membedakan minyak dan lemak (Buckle 1987). Lemak dalam makanan sebagai sumber
energy dan secara biologis mempunyai ari sebagai penyimpanan zat-zat cadangan.
Jika makan melebihi kebutuhan, maka kelebihannya akan diubah menjadi lemak dan
disimpan dalam jaringan-jaringan tertentu dalam lemak jaringan. Lemak dan
minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh
manusia. Selain itu lemak dan minya juga merupakan sumber energy yang lebih
efektik dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Buckle 1987).
Fungsi Lemak
Sumber energy utama dari lemak
adalah asam-asam lemaknya. Di dalam tubuh, lemak digunakan sebagai cadangan
energy yang disimpan pada jaringan adiposa berfungsi untuk menjaga agar organ
tubuh dan saraf tidak berubah kedudukannya, dan untuk melindungi tubuh agar
tidak rusak akibat luka atau adanya benturan. Lemak membantu transport atau
absorbs vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Di dalam lambung, lemak menekan
sekresi lambung dengan demikian memperlambat rasa lapar pada seseorang
(Poedjadi 1994).
Di dalam biologi lemak dan minyak
dikenal sebagai salah satu bahan penyusun dinding sel bahan biomolekul, dalam
bidang nilai gizinya,sehingga lemak merupakan komponen penyusun tubuh yang
membentuk membrane sel, katena tanpa membrane sel, maka tubuh akan mencair
(Sudarmadji 1989).
Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Angka kecukupan gizi (AKG) adalah nilai yang menunjukkan
jumlah zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua
penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis, seperti
kehamilan dan menyusui. Konsep kecukupan energi kelompok penduduk adalah nilai
rata-rata kebutuhan, sedangkan pada kecukupan protein dan zat gizi lain adalah
nilai rata-rata kebutuhan ditambah dengan 2 kali simpangan baku (2 SD) (Sediaoetama, A,B,
1989 dan Muhilal dkk 1998).
Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berperan
sebagai sumber dan cadangan energi, membantu penyerapan vitamin A,D,E dan K,
sumber asam lemak esensial, penyebab makanan mempunyai tekstur khusus (lunak
atau keras) dan menambah lezat hidangan serta memberikan rasa kenyang yang
lebih lama (Sediaoetama, A,B, 1989 dan Muhilal dkk 1998).
Berdasarkan kemudahan proses pencernaan, lemak dibagi 3
yaitu : lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh ganda, asam lemak tak jenuh
tunggal dan asam lemak jenuh (Depkes 1995). Asam lemak tak jenuh ganda dan asam
lemak tak jenuh tunggal mudah dicerna dan berasal dari sumber pangan nabati
(kecuali minyak kelapa). Asam lemak jenuh tidak mudah dicerna dan berasal dari
sumber pangan hewani.
Konsumsi lemak hewani yang berlebihan dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner. Oleh karena itu
mengkonsumsi lemak atau minyak perlu dibatasi 1/4 dari kecukupan energi atau jika
dalam bentuk minyak antara 2-4 sendok makan sehari. Dalam hidangan sehari-hari,
cukup makan 2-4 jenis makanan yang berminyak atau berlemak (Depkes 1995).
Tepung Ikan
Ilyas (2003) menyatakan, tepung ikan adalah produk padat
yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar air dan sebagian atau
seluruh lemak dalam ikan atau sisa ikan. Tepung ikan merupakan salah satu hasil
pengawetan ikan dalam bentuk kering untuk kemudian digiling menjadi tepung.
Cara pengolahan yang paling mudah dan praktis adalah dengan mencincang ikan
kemudian mengeringkannya dengan sinar matahari atau dengan mengeringan
mekanis. Pembuatan tepung ikan
didasarkan pada pengurangan kadar air pada daging ikan. Kadar air pada daging
ikan hal yang menentukan pada proses pembusukan. Bila kadar airnya dikurangi
maka proses pembusukan dapat terhambat. Bila proses pengeringannya berjalan
terus menerus, maka proses pembusukannya akan berhenti. Pada pembuatan tepung
ikan selain menggunakan metode pengeringan dapat didahului dengan pemanasan
suhu tinggi. Hal ini digunakan untuk menghentikan proses pembusukan, baik oleh
bakteri, jamur, maupun enzim. Proses pembusukan dapat dihentikan sama sekali
bila waktu dan suhu yang digunakan cukup (Moeljanto 1982b). Tepung ikan
memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan proteinnya yang kaya akan
asam amino essensial, terutama lisin dan metionin. Disamping itu tepung ikan
juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat yang rendah.
Tepung ikan merupakan juga merupakan sumber kalsium (Ca) dan phospor (P).
Tepung ikan juga mengandung trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi
(Fe), mangan (Mn) dan kobalt (Co) (Moeljanto 1982a). Menurut LIPI (1999),
komposisi kimia tepung ikan ditentukan oleh jenis ikan yang digunakan. Sebagai pedoman,
tepung ikan yang bermutu harus mempunyai komposisi sebagai berikut:
- air (moisture) 6%-10%
- lemak 5%-12%
- protein 60%-75%
- abu 10%-20%
Menurut Moljanto (1982), jarang dijumpai tepung ikan
dengan kadar air kurang dari 6% sebab pada tingkat ini tepung ikan bersifat
higroskopis. Brody di dalam Hapsari (2002) mengatakan kadar air tepung ikan
rata-rata 18% dengan selang terendah 6%
sampai 10%. Sejenis jamur (mold) dapat tumbuh pada kadar air tepung ikan.
Tepung ikan dengan kadar protein tinggi menghasilkan kadar mineral sekitar 12%
dan 33% untuk kadar protein yang rendah. Sebagian besar abu dan mineral dalam
tepung ikan berasal dari tepung-tepung ikan. Kadar mineral tepung akan tinggi
bila bahan mentahnya berasal dari sisa-sisa ikan berupa kepala dan
tulang-tulang ikan. Sebagian besar abu berupa kalsium fosfat. Tepung ikan juga
mengandung trace element, diantaranya Zn, I, Fe, Cu, Mn, dan Co (Moljanto
1982).
Menurut Ilyas (2003) tepung akan lebih baik mutunya bila
bahan mentah yang dipakai terdiri dari ikan yang tidak berlemak (lean fish).
Jika bahan mentahberasal dari ikan yang berlemak, tepung yang dihasilkan akan
banyak mengandung lemak. Kebanyakan tepung ikan mengandung lemak 5-10% dan protein sebesar 60-65%. Analisis biskuit
formula terpilih (F4) adalah kadar air 4,13%
(bk), kadar abu 2,52%
(bk), kadar protein 19,55%
(bk), kadar lemak 21,99%
(bk) dan kadar karbohidrat 55,94%
(bk). Biskuit formula terpilih mengandung 480 kkal energi per 100 gram biskuit.
Protein biskuit diukur daya cernanya menggunakan metode enzimatik secara in
vitro dan didapat daya cerna biskuit adalah sebesar 89,34%. Sifat fisik biskuit
diukur rendemen, daya serap air dan analisis tekstur. Rendemen biskuit adalah
84,29%. Daya serap air biskuit
adalah 1,79 ml/g. Sedangkan hasil uji
tekstur menunjukkan nilai untuk parameter kerenyahan 246,6 N/mm.
Berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, formula
terpilih dapat dikatakan sebagai pangan tinggi protein karena dapat memenuhi
target 20% protein berdasarkan AKG balita. Untuk memenuhi target tersebut,
jumlah yang harus dikonsumsi balita setiap harinya adalah 4 keping biskuit atau
setara dengan 50 gram biskuit. 50 gram biskuit dapat memberikan 240 kkal
energi, 9.8 gram protein, 26.9 gram karbohidrat dan 10,6 gram lemak. Menurut
Soekirman (2000) Biskuit bergizi yang berbahan tepung ikan ini diklaim
mengandung protein tinggi, asam amino dan asam lemak esensial, vitamin dan
mineral bermanfaat untuk tubuh terutama anak-anak yang masih dalam masa
pertumbuhan. Uniknya, dibandingkan produk-produk biskuit untuk balita yang ada
di pasaran, kandungan protein yang dikandung biskuit lele ini sekitar 5 kali
lipat lebih tinggi. Kandungan kalsium, meskipun belum terukur, bisa
diperkirakan lebih tinggi karena bahan bakunya juga tepung kepala ikan lele.
Nilai kandungan gizi dalam biskuit: energi kulit (1 kali
saji/ 50 g) sebanyak 240 kalori. Energi dari lemak 60 kalori. Lemak total 11
gram (22% AKG). Protein 10 gram (20% AKG). Karbohidrat 27 gram (9% AKG).
Semuanya berdasarkan persen Angka Kecukupan Gizi untuk manusia dengan
kebutuhan energi 2000 kalori. Manfaat bagi kesehatan tubuh yang
bisa didapatkan yaitu membantu pertumbuhan anak, menjaga kesehatan lansia,
membantu proses penyembuhan. Selain itu, mengingat Indonesia adalah negara yang
rawan bencana, biskuit ini juga bisa dikonsumsi sebagai pangan bergizi darurat
yang mudah dibawa dalam
perjalanan atau didistribusikan ke daerah bencana (Risti 2011).
Penetapan
Kadar Lemak Metode Soxhlet
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan
pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet merupakan alat yang terdiri dari
pengaduk atau granul anti-bumping, still pot (wadah penyuling) bypass sidearm,
thimble selulosa, extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet,
expansion adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water
out. Penetapan kadar lemak dengan metode soxhlet ini dilakukan dengan cara
mengeluarkan lemak dari bahan dengan pelarut anhydrous. Pelarut anhydrous
merupakan pelarut yang benar-benar bebas air. Hal tersebut bertujuan supaya
bahan-bahan yang larut air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak serta
keaktifan pelarut tersebut tidak berkurang. Pelarut yang biasa digunakan adalah
pelarut hexane (Darmasih 1997).
Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang dan
kemudian dibungkus dengan kertas saring atau ditempatkan dalam thimble (selongsong
tempat sampel), di atas sample ditutup dengan kapas. Kertas saring ini
berfungsi untuk menjaga tidak tercampurnya bahan dengan pelarut lemak secara
langsung. Pelarut dan bahan tidak dibiarkan tercampur secara langsung agar
bahan-bahan lain seperti fosfolipid, sterol,asam lemak bebas,pigmen karotenoid,
klorofil dan lain-lain tidak ikut terekstrak sebagai lemak. Hal ini dilakukan
agar hasil akhir dari penentuan kadar lemak ini lebih akurat. Selanjutnya labu
kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas.
Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan pelarut anhydrous (Lucas
1949).
Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut
yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan
melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk
mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Waktu yang
digunakan lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus
mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan
panas (Harper 1979).
Biskuit
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), biskuit adalah
sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan
lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit diproses dengan
pemanggangan sampai kadar air tidak lebih dari 5%. Biskuit sifatnya mudah
dibawa karena volume dan beratnya yang kecil dan umur simpannya yang relatif
lama. Biskuit dapat dikarakterisasi dari tingginya kandungan gula dan
shortening serta rendahnya kandungan air di dalam adonan. Biskuit yang baik
harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan SNI 01-2973-1992.
Bahan baku utama untuk pembuatan biskuit adalah terigu,
gula, minyak dan lemak, sedangkan bahan bahan pembantu yang digunakan adalah
garam, susu, flavor, pewarna,
pengembang, ragi, air, dan pengemulsi. Bahan pembentuk biskuit dapat
dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan
pengikat berfungsi membentuk adonan yang kompak. Sedangkan bahan perapuh
terdiri dari gula, shortening, bahan
pengembang dan kuning telur (Sudha 2007).
Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit
karena berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan tekstur produk
yang renyah. Lemak juga perperan dalam
pembentukan citarasa khas biskuit. Lemak alami yang banyak digunakan dalam
pembuatan biskuit antara lain adalah lard, lemak sapi, butter, minyak kedelai, dan
minyak kelapa. Selainpengunaan lemak alami, lemak yang telah dimodifikasi
seperti hidrogenasi minyak dan interesterifikasi lemak juga biasa digunakan
sebagai pengemulsi dalam pembuatan biskuit.(Sudha 2007).
Kadar
lemak belum dipersyaratkan pada SNI biskuit tahun 1992. Lemak merupakan faktor
penting yang harus diperhatikan dalam makanan karena dapat menyebabkan
perubahan sifat pada makanan tersebut. Perubahan bahkan dapat terjadi ke arah
yang tidak diinginkan seperti ketengikan. Hasil analisis kadar lemak biskuit
yang beredar di pasar adalah
antara 8,6% sampai dengan 27,4% dengan rata-rata 20,32%. Jika dibandingkan
dengan lemak pada biscuit yang beredar di pasar, kandungan lemak pada biscuit
tepung lele lebih rendah, yaitu sekitar 17,75 %. Namun secara umum biskuit yang
dihasilkan sudah memenuhi persyaratan SNI untuk biskuit bayi dan balita, yaitu
maksimal kandungan lemaknya 18%. Bahan yang memberikan kontribusi terhadap kadar
lemak dalam biscuit diantaranya adalah: lemak nabati (minyak kelapa sawit dan
minyak rapesssed), susu bubuk, telur, coklat bubuk dan mentega (Buckle, et
al., 1987). Menurut BPOM (2007), Acuan Label Gizi Produk pangan terutama
untuk lemak, yang terdiri dari lemak jenuh dan lemak total dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut:
Tabel
1 Nilai acuan label gizi produk pangan
No
|
Zat Gizi
|
Nilai Acuan Label
Gizi untuk Kelompok Konsumen
|
||||||
Satuan
|
Umum
|
Bayi
(0-6 bln)
|
Anak
(7-23 bln)
|
Anak
(2-5 thn)
|
Ibu hamil
|
Ibu menyusui
|
||
1
|
Lemak Total
|
Gram
|
62
|
35
|
27
|
40
|
60
|
67
|
2
|
Lemak Jenuh
|
Gram
|
18
|
-
|
-
|
-
|
19
|
22
|
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum analisis penetapan lemak
dengan metode soxhlet ini dilakukan pada tanggal 11 November 2011 pada pukul
09.00-11.30 WIB di Laboratorium Biokimia lantai dua Departemen Gizi Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
analisis penetapan lemak dengan metode soxhlet adalah sampel yang digunakan
adalah biscuit tepung lele. Alat- alat yang digunakan yaitu alat ekstraksi
soxhlet lengkap dengan kondensor dan labu lemak, alat pemanas listrik, oven dan
timbangan analitik.
Labu
lemak disiapkan sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet yang digunakan
|
Labu lemak
dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC ± 30 menit, dingginkan dalam
esikator dan ditimbang
|
Sampel ditimbang
5 gram pada saringan timbel dan ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak
atau dibungkus dengan kertas saring
|
Pelarut lemak
dimasukan ke dalam labu lemak
|
Alat eksasi di
pasang dan dilakukan ekstraksi
|
Didinginkan dalam
esikator selama 20-30 menit
|
Pelarut
disulingkan dan labu lemak diangkat dan dikeringkan dalam oven pada suhu
105º C
|
Timbel dimasukan
ke dalam alat ekstraksi soxhlet
|
Gambar 1 Prosedur kerja
analisis penetapan lemak dengan metode
soxhlet
HASIL
PEMBAHASAN
Lemak dan minyak secara kimiawi adalah trigliserida yang
merupakan bagian terbesar kelompok lipida. Secara umum lemak diartikan sebagai
trigliserida dalam kondisi suhu ruang dalam keadaan padat, sedangkan minyak
adalah trigliserida dalam suhu ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak
ada batasan yang jelas untuk membedakan minyak dan lemak (Buckle 1987). Lemak berfungsi untuk menjaga agar
organ tubuh dan saraf tidak berubah kedudukannya, dan untuk melindungi tubuh
agar tidak rusak akibat luka atau adanya benturan. Lemak membantu transport
atau absorbs vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Di dalam lambung, lemak
menekan sekresi lambung dengan demikian memperlambat rasa lapar pada seseorang
(Poedjadi 1994).
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
konstan dengan adanya pendingin balik. Penetapan kadar lemak dengan metode
soxhlet ini dilakukan dengan cara mengeluarkan lemak dari bahan dengan pelarut
anhydrous.
Penetapan kadar lemak dengan metode soxhlet ini dilakukan dengan cara
mengeluarkan lemak dari bahan dengan pelarut anhydrous. Pelarut anhydrous merupakan
pelarut yang benar-benar bebas air. Hal tersebut bertujuan supaya bahan-bahan
yang larut air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak serta keaktifan
pelarut tersebut tidak berkurang. Pelarut yang biasa digunakan adalah
pelarut hexane
Dalam analisa kadar lemak, sampel yang dianalisa ada
dua yaitu biskuit lele dan
biskuit kontrol. Setiap kelompok
mengerjakan satu sampel saat praktikum.
Sampel yang digunakan harus dihaluskan, ditimbang dan
kemudian dibungkus dengan kertas saring atau ditempatkan dalam thimble (selongsong tempat sampel), di
atas sample ditutup dengan kapas. Kertas saring ini berfungsi untuk menjaga
tidak tercampurnya bahan dengan pelarut lemak secara langsung. Pelarut dan
bahan tidak dibiarkan tercampur secara langsung agar bahan-bahan lain seperti
fosfolipid, sterol,asam lemak bebas,pigmen karotenoid, klorofil dan lain-lain
tidak ikut terekstrak sebagai lemak. Hal ini dilakukan agar hasil akhir dari
penentuan kadar lemak ini lebih akurat. Selanjutnya labu kosong diisi butir
batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Setelah dikeringkan
dan didinginkan, labu diisi dengan pelarut anhydrous.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), biskuit adalah
sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan
lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit diproses dengan
pemanggangan sampai kadar air tidak lebih dari 5%. Sampel yang digunakan pada praktikum adalah biskuit
lele, hasil berat lemak dan presentasenya dapat dilihat pada Tabel 1.
TabeL
1 Hasil berat lemak dan presentase
No
|
Sampel pengujian
|
% Lemak
|
1
|
biskuit kontrol
|
18.17
|
2
|
biskuit kontrol
|
20.45
|
3
|
biskuit lele
|
19.33
|
4
|
biskuit lele
|
18.84
|
Berdasarkan hasil persentase kadar lemak biskuit lele pada praktikum ini
adalah sebesar 18.84% dan 19,33% yang bila di rata-rata adalah 19.085%
yang mana lebih kecil daripada rata-rata kadar lemak pada kontrol yaitu 19.31%.
Namun kadar lemak dari sampel dan kontrol
belum memenuhi persyaratan SNI untuk biskuit bayi dan balita yaitu
maksimal kandungan lemaknya 18%. Hasil analisis kadar lemak
biskuit yang beredar di pasar adalah
antara 8,6% sampai dengan 27,4% dengan rata-rata 20,32%. Jika dibandingkan
dengan lemak pada biscuit yang beredar di pasar, kandungan lemak pada biscuit
tepung lele lebih rendah.
Dari hasil analisis statistika rata-rata persen kadar lemak dapat diketahui bahwa sig 2-tailed kurang dari 5% (0.000),
berarti terdapat beda nyata antara sampel dan
kontrol, dapat dikatakan % kadar lemak kontrol berbeda dengan %
kadar lemak kontrol dengan standar
deviasi sampel 0.
34648 dan kontrol 1.61220. Hasil semua data
statistika dari persen kadar lemak dan persen padatan total dapat dilihat pada
lampira
KESIMPULAN DAN
SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil persentase kadar lemak biskuit lele pada praktikum ini
adalah sebesar 18.84% dan 19,33% yang bila di rata-rata adalah 19.085%
yang mana lebih kecil daripada rata-rata kadar lemak pada kontrol yaitu 19.31%.
Namun kadar lemak dari sampel dan kontrol
belum memenuhi persyaratan SNI untuk biskuit bayi dan balita yaitu
maksimal kandungan lemaknya 18%. Hasil analisis kadar lemak
biskuit yang beredar di pasar adalah
antara 8,6% sampai dengan 27,4% dengan rata-rata 20,32%. Jika dibandingkan
dengan lemak pada biscuit yang beredar di pasar, kandungan lemak pada biscuit
tepung lele lebih rendah.
Dari hasil analisis statistika rata-rata persen kadar lemak dapat diketahui bahwa sig 2-tailed kurang dari 5% (0.000),
berarti terdapat beda nyata antara sampel dan
kontrol, dapat dikatakan % kadar lemak kontrol berbeda dengan %
kadar lemak kontrol dengan standar
deviasi sampel 0.
34648 dan kontrol 1.61220. Hasil semua data
statistika dari persen kadar lemak dan persen padatan total dapat dilihat pada
lampiran.
Saran
Sebaiknya saat melakukan pengukuran kadar lemak dengan metode soxhlet lebih
berhati-hati dalam penggunaan alat terutama alat yang mengandung air karena
dapat mempengaruhi perhitungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2008. Penetapan kadar lemak kasar. www.whale.wheelock.edu/bwcontaminants/analysis . [14 November 2011]
[BPOM] Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2007.
Kategori Pangan tentang acuhan label gizi. Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia: Jakarta
Buckle
K A. 1987. Ilmu Pangan. Cetakan pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Hal 13-14.
Buckle KA ,
Edwards RA , Fleet GH dan
Wootton M. (1987). Ilmu Pangan. Terjemahan H.
Purnomo. Universitas Indonesia: Jakarta
Darmasih.
1997. Prinsip Soxhlet. peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-24.pdf. [28 Maret 2010]
[Depkes].
1995. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Departemen Kesehatan RI. Direktora
Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Departemen Kesehatan: Jakarta.
Dewan
Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2973-1992; Biskuit. Dewan
Standardisasi Nasional
Harper VW
Rodwell, PA Mayes. 1979. Biokimia. Jakarta: Penerbit EGC.
Ilyas. 2003. Formulasi
biskuit dengan penambahan tepung ikan lele dumbo http://fema.ipb.ac.id/index.php/ [12
November 2011]
Jakson
G. 2008. Cadiovasculer Update, Insight in to Heart
Disease. England: Update Publications.
Lucas,
Howard J, David Pressman. 1949. Principles and Practice In Organic Chemistry.
New York: John Wiley and Sons, Inc.
Muhilal ;
JIdrus ; Husaini ; Dj. Fasli dan Ig. Tarwotjo. 1998. Angka Kecukupan Gizi yang
Dianjurkan dalam Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi VI. Jakarta.
Poedji A. 1994. Dasar-Dasar
Biokimia. Cetakan pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal
51-381.
Risti.
2011. Produk inovatif biskuit-lele-olahan http://ciputraentrepreneurship.com [12
November 2011]
Sudarmadji
A. 1994. Analisa Bahan Makanan dan Pertania. Jakarta: Liberty. Hal 93-105
Sudha ML.
2007. Fat replacement in soft dough
biscuits. Journal of Food Engineering 80 hal 922-930
LAMPIRAN
TabeL 1 Hasil berat
lemak dan presentase
No
|
Sampel
pengujian
|
A
(berat
labu lemak awal)
|
B
(berat
labu lemak akhir)
|
Berat
lemak
(B-A)
|
S
(berat
sampel)
|
% Lemak
|
1
|
biskuit
kontrol
|
53.6061
|
53.9950
|
0.3889
|
2.1404
|
18.17
|
2
|
biskuit
kontrol
|
53.7094
|
54.1333
|
0.4239
|
2.0727
|
20.45
|
3
|
biskuit
lele
|
39.6041
|
39.9939
|
0.3898
|
2.0162
|
19.33
|
4
|
biskuit
lele
|
39.3671
|
39.7690
|
0.4019
|
2.1335
|
18.84
|
Perhitungan:
% Lemak =
Kadar
Lemak (kel 1) Kadar
Lemak (kel 2)
%
Lemak = 0.3889/2.1404 X 100% % Lemak = 0.4239/2.0727 X 100%
=
0.1817
x 100% = 0.2045 x 100%
= 18.17% = 20.45%
Kadar
Lemak (kel 3) Kadar Lemak (kel 4)
%
Lemak = 0.3898/2.0162 X 100% % Lemak = 0.4031/2.1335 X 100%
=
0.1933
x 100% = 0.1884 x 100%
= 19.33% = 18.84%
TabeL 2 One-Sample Statistics
|
||||
|
N
|
Mean
|
Std. Deviation
|
Std. Error Mean
|
Kontrol
|
2
|
19.3100
|
1.61220
|
1.14000
|
Sampel
|
2
|
19.0850
|
.34648
|
.24500
|
Tabel 3 One-Sample Test
|
||||||
|
Test Value = 0
|
|||||
|
t
|
df
|
Sig. (2-tailed)
|
Mean Difference
|
95% Confidence Interval of the
Difference
|
|
Lower
|
Upper
|
|||||
Kontrol
|
16.939
|
1
|
.038
|
19.31000
|
4.8249
|
33.7951
|
Sampel
|
77.898
|
1
|
.008
|
19.08500
|
15.9720
|
22.1980
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar